Kamis, 28 Juni 2012

PENDIDIKAN AGAMA DASAR PEMBENTUKAN PRIBADI ANAK


1. Prolog
Perkembangan selalu berarti defferensiasi. Artinya pada setiap tahap dari seluruh perkembangan anak, berarti mulai adanya defferensiasi baru pada anak itu, baik jasmaninya maupun rohaninya.hal ini nampak jelas bila kita memperhatikan gerakan anak. Mula-mula anak kecil, menerima sesuatu dengan mengunakan kedua tangannya, tetapi dalam perkembangannya, ia dapat menerima sesuatu itu dengan hanya satu tangan dan dalam perkembangan selanjutnya malah hanya dengan beberapa jarinya saja.
Demikian pula, anak yang sudah besar dapat mengatakan: ibu, saya ingin makan nasi dengan sayur asam kacang panjang dicampur dengan kacang tanah dan lembayung, dengan lauknya ikan asin dan daging. Pada waktu masih kecil, ia baru dapat menngatakan: Ibu mam!.
Hal yang kedua yang perlu kita camkan ialah bahwa setiap sesuatu fase yang dialami oleh anak, adalah merupakan masa peralihan atau masa persiapan bagi masa selanjutnya. Setiap fase antara anak yang satu dengan yang lain tidak sama lamanya. Inilah sebabnya mengapa sering dikatakan bahaw tipa anak mempunyai irama perkembangannya sendiri-sendiri.
Hal ketiga yang perlu kita ketahui ialah bahwa perkembangan yang dialami oleh anak adalah perkembangan jasmani dan rohani. Oleh karena itu di dalam usaha membantu perkembangan anak, orang tua dan guru diharapkan perkembangan ini selalu dalam keseimbangan agar tidak terjadi kelainan pada anak didik.
Hal yang keempat, yang perlu diketahui oleh para pendidik khuususnya orang tua ialah dalam keluarga lah anak itu berkembang. Oleh karena itu keluargaq menduduki tempat terpenting bagi terbentuknya pribadi anak secara keseluruhan yang akan dibawa (hasil pembentukannya itu) sepanjang hidupnya.
Dalam keluarga anak-anak itu mendapatkan kesempatan yang banyak untuk memperoleh pengaruh perkembangannya, yang diterimanya dengan jalan meniru, menurut, mengikuti dan mengindahkan apa yang dilakukan, dan apa yang dikatakan oleh seluruh keluarga. Kemudian makin lama anak makin tidak puas dengan apa yang dapat diberikan oleh keluarga, anak memerlukan yang lebih banyak dan luas, sehingga sering ia perlu pergi juah dari keluarganya.
Untuk mencapai tujuan itu, seharusnyalah orang tua dan para pendidik umunya membantu dengan jalan:
  1. Memberikan kebebasan bergaul dengan siapapun saja dalam masyarakat, dengan mengingat norma-norma pergaulan keluarga dan sekolah.
  2. Mendidik anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat, misalnya dengan jalan membiarkan anak didik berfikir sendiri, berbuat sendiri dan berpendapat sendiri. Tumbuhnya harga diri yang sehat akan membantu anak untuk menjadi warga masyarakat bahkan warga Negara yang sehat.
Dalam pergaulan dengan masyarakat, berbagai macam pengalaman yang kita dapatkan. Dan persoalan yang timbul karenanya, tidaklah semua sama taraf tingkatnya. Penilain kita terhadap orang-orang itu berlain-lain sifatnya. Misalnya kita dapat mengemukakan penilaian sebagai berikut:
  1. Dia kurus
  2. Dia mudah merasa tertekan (depresif)
  3. Dia gila hormat
  4. Dia tajam otaknya
Dengan pernilaian tersebut kita mengemukakan beberapa sifat, yang tidak dapat dijajarkan demikian saja, karena masing-masing merupakan aspek orang itu yang saling berlawanansatu sama lainnya.
2. Pendidikan Agama Dasar Pembentukan Pribadi Anak
Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan semata-mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperfiatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara. Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan terhadap anak-anakjuga bertujuan membinajiwa demokrasi. Begitu juga halnya kalau negara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan.
Karena negara kita berdasarkan Pancasila, maka pendidikan harus bertujuan mempersiapkan anak didik untuk dapat menerima Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai dasar hidupnya. Untuk itu, pendidikan di sekolah harus ditujukan pada anak didik kesadaran-kesadaran sebagai berikut.
a. Kepercayaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Sikap dan tindakan harus sopan-santun dan berkeprimanusiaan;
  1. Rasa cinta terhadap bangsa dan Tanah Air;
  2. Menumbuhkanjiwa Demokratis; dan
  3. Rasa keadilan, kejujuran, kebenaran dan menolong orang lain. Arah dan tujuan pendidikan ini hanya dapat dicapai kalau pendidikan itu mencakup pendidikan agama.
3. Pentingnya Pendidikan Agama
Rumah-tangga atau keluarga adalah tempat yang pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian, yang kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah. Demikian pula halnya pendidikan agama, harus dilakukan oleh orang membiasakannya pada tingkah-laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Ada masa ini anak belum mengerti tentang akhlak-akhlak yang baik, seperti kejujuran dan keadilan (terlalu abstrak), Untuk merealisasikannya, orang yang relevan dengan hal tersebut, agar anak dapat meniru dengan baik. Untuk itu, orangtua harus memberikan perlakuan yang adil serta dibiasakan pula untuk berbuat adil sehingga rasa keadilan dapat tertanam dalam jiwanya, juga dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah egara lainnya yang menjadi dasar untuk pembinaan mental dan kepribadian anak itu sendiri.
Kalau pendidikan agama tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka akan berakibat hal-hal sebagai berikut.
a. Tidak terdapat egara agama dalam kepribadiannya sehingga sukar baginya untuk menerima ajaran itu kalau ia telah dewasa;
b. Mudah melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa memperhatikan egar-hukum atau norma-norma yang berlaku.
Sebaliknya kalau dalam kepribadian seseorang terdapat nilai-nilai dan egara-unsur agama, maka segala keinginan dan kebutuhan dapat dipenuhi dengan cara yang wajar dan tidak melanggar egar-hukum agama.
Sesuai dengan dasar egara kita Pancasila, dengan sila pertamanya ke-Tuhanan Yang Maha Esa, maka kepribadian warga egara berisi kepercayaan yang menjadi bagian dari kepribadian tidak hanya dapat diucapkan secara lisan saja, tetapi harus disertai dengan perbuatan. Hal ini hanya mungkin melalui pendidikan agama, karena kepercayaan bahwa Tuhan itu ada harus disertai dengan kepercayaan kepada ajaran, egar, dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh Tuhan. Dengan demikian jelaslah bahwa semua itu menjadi dasar dalam pembinaan mental dan pembentukan kepribadian yang akan mengatur sikap, tingkahlaku dan cara menghadapi segala problem dalam hidup.
Mengingat pentingnya pendidikan agama bagi pembinaan mental dan akhlak anak-anak, egaraena banyak orangtua yang tidak mengerti agama, maka pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah.
4. Pendidikan Agama di Sekolah
Pendidikan agama di sekolah bertujuan untuk membina dan menyempumakan pertumbuhan dan kepribadian anak didik. Pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek penting:
v Aspek’ pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa). Tugas guru dalam hal ini adalah:
1) Menyadarkan anak didik tentang adanya Tuhan dan membiasakan anak didik untuk melakukan perintah-perintah Tuhan serta meninggalkan larangan-larangannya;
2) Melatih anak didik untuk melakukan ibadah dengan praktek-praktek agama, sehingga membawa dekatnya jiwa anak kepada Tuhan;
3) Membiasakan anak didik untuk mengatur sopan-santun dan tingkah-laku yang sesuai dengan ajaran akhlak. Sifat ini harus ditanamkan melalui praktek dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: kasih egara egara kawan, tabah, benar, adil, dan lain-lain.
v Pengajaran agama(ditujukan kepada pikiran). Isi dari ajaran agama harus diketahui betul-betui, agar kepercayaan kepada Tuhan menjadi sempurna. Maka tugas dari guru agama adalah menunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukan, dan apa yang dianjurkan meninggalkan sesuai dengan ajaran agama.
Dengan melihat kedua aspek di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama tidak boleh lepas dari pengajaran agama, artinya, pengetahuan dan pemahaman egar-hukum, norma-norma, kewajiban-kewajiban, syarat-syarat harus dilakukan dan diindahkan. Pendidikan agama memberikan nilai-nilai yang dapat dimiliki dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatan dalam hidupnya mempunyai nilai agama dan tidak keluar dari moral agama.
5. Metode Pendidikan Agama
Dalam memberikan pendidikan dan pengajaran agama harus disesuaikan dengan perkembangan psikologis anak didik. Seorang guru agama, selain mempunyai pengetahuan agama, dituntut pula dapat menguasai masalah didaktis metodis dan psikologis, sertajiwanya benar-benarjiwa agama. Oleh karena itu, seorang guru agama harus diberi dasar-dasar pengetahuan yang kuat sehingga dapat membedakan tingkat-tingkat perkembangan anak didik. Hal ini sangat penting, karena dengan mengetahui tingkat-tingkat perkembangan anak didik, seorang guru agama dengan mudah menentukan/memilih cara memberikan pengajaran agama yang baik dengan tingkatan-tingkatan sekolah.
Dengan memperhatikan tingkat-tingkat perkembangan dan tingkat-tingkat sekolah, maka pengajaranagama dapat diberikan dengan cara sebagai berikut. Taman Kanak-Kanak Anak-anak seusia Taman Kanak-kanak mempunyai egar-ciri Perkembangan pikiran sangat terbatas; Perbendaharaan kata sangat kurang; Hubungan sosialnya hanya dalam lingkungan keluarga; dan peka terhadap tindakan-tindakan orang di sekelilingnya. Dengan melihat egar- egar tersebut, pendidikan agama diberikan dengan cara menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan yang sederhana, misalnya: membaca doa (Bismillah), tanda salib, atau dengan cara agama masing-masing, sewaktu memnlai sesuatu pekerjaan, seperti makan, minum, dan lain-lain.
Sekolah Dasar. Ciri-ciri pada anak-anak usia Sekolah Dasar (SD): Suka berkhayal; senang mendengar cerita-cerita; dan perbendaharaan kata-katanya cukup banyak. Pendidikan agama, di samping menanamkan kebiasaan yang baik, dapat pula dilaksanakan dengan cara: Memberikan cerita-cerita yang baik dan berhubungan dengan agama; Dididik dan diajarkan untuk melakukan ibadah yang ringan misalnya; sembahyang dan berdoa; dan dapat memberikan pengetahuan agama secara sederhana. Sekolah Menengah. Anak-anak usia sekolah menengah memiliki egar-ciri: Pertumbuhan fisik yang cepat, menyusul pertumbuhan pikiran, perasaan dan egara; Mengalami perasaan-perasaan sesuai dengan pertumbuhan biologis dalam masa puber yang dapat mempengaruhi jiwanya; dan Matangnya kecerdasan dan berkembangnya kecenderungan ilmiah. Untuk itu, pendidikan agama yang diberikan harus menyinggung hal-hal tersebut dan menerangkan egar-hukum, serta batas-batas yang diberikan oleh agama. Di samping itu, pengajaran agama dapat membukakan pikiran dan mempelajari egar-hukum agama.
Universitas. Sifat-sifat pengajaran agama yang diberikan di universitas/perguruan tinggi; adalah Lebih bersifat ilmiah; Mencari kebenaran akan adanya Tuhan, dan membuktikannya dengan pendekatan ilmiah; dan Membahas egar-hukum, peraturan-peraturan, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan agama.
Dengan melihat ketiga akibat di atas, maka pendidikan agama di perguruan tinggi harus disesuaikan dengan Fakultas, Jurusan, dan bidang-bidang pengetahuan yang dialami oleh mahasiswa dan memenuhi kebutuhan mahasiswa akan mengolah ajaran-ajaran agama secara logis dan filisofis
6. Kesimpulan
Perkembangan selalu berarti defferensiasi. Artinya pada setiap tahap dari seluruh perkembangan anak, berarti mulai adanya defferensiasi baru pada anak itu, baik jasmaninya maupun rohaninya.hal ini nampak jelas bila kita memperhatikan gerakan anak. Hal yang kedua yang perlu kita camkan ialah bahwa setiap sesuatu fase yang dialami oleh anak, adalah merupakan masa peralihan atau masa persiapan bagi masa selanjutnya. Hal ketiga yang perlu kita ketahui ialah bahwa perkembangan yang dialami oleh anak adalah perkembangan jasmani dan rohani. Hal yang keempat, yang perlu diketahui oleh para pendidik khuususnya orang tua ialah dalam keluarga lah anak itu berkembang. Oleh karena itu keluargaq menduduki tempat terpenting bagi terbentuknya pribadi anak secara keseluruhan yang akan dibawa (hasil pembentukannya itu) sepanjang hidupnya.
Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan semata-mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperfiatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan dasar dan tujuan egara. Kalau egara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan terhadap anak-anakjuga bertujuan membinajiwa demokrasi. Begitu juga halnya kalau egara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan.

Libatkan Sang Buah Hati Untuk Pendidikannya


Orangtua Harus Bijak Saat Memilih Sekolah untuk Sekolah Anak

Menghadapi akan dimulainya  Tahun Pelajaran 2012-2013 sekolah-sekolah dari TK, SD, SMP hingga SMA atau SMK mulai menerima siswa baru.
Tampaknya  waktu berlalu  begitu cepat berjalan,  sepertinya kita baru saja melihat  Ujian Nasional (UNAS) tingkat SD, SMP, dan SMA dilangsungkan,  bahkan, hasilnya sudah diumumkan sekarang sudah mulai lagi pada tahap menerimaan siswa baru.
Untuk memberikan informasi kepada khalayak khususnya  orang tua peserta didik,  pengelola sekolah memasang spanduk maupun baliho  di jalan-jalan utama yang menginformasikan  profile  maupun kelebihan sekolahnya. Selain itu brosur juga dicetak dan disebarkan  dengan harapan akan dapat dikenal dan orang tua peserta didik sehingga mereka mau mendaftarkan anaknya ke sekolah mereka.
Orang tua tentunya harus bijak menyikapi kondisi yang demikian, jangan sampai mudah tergoda dengan informasi yang disebarkan melalui spanduk, baliho atau brosur akhirnya salah dalam mendaftarkan anaknya ke sekolah yang tepat.
Agar orang tua tidak salah dalam mendaftarkan anaknya sekolah mungkin para orang tua harus bijak dan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Libatkan Anak ketika memilih sekolah harus  disadari dan dipahami oleh orang tua, bahwa yang nantinya sekolah adalah anak, bukan mereka. Maka, melibatkan anak dalam memilih sekolah merupakan langkah penting, meskipun usia  prasekolah. Orang tua jangan menganggap remeh kemampuan anak, karena pada saat usia pra sekolah anak mengalami perkembangan fisik dan mental yang sangat pesat. Pada saat orang tua telah membuat pilihan sekolah mana yang akan dimasuki anak nanti, buatlah kesepakatan sukarela dengan anak bahwa sekolah yang akan dimasuki adalah murni pilihan anak. Dengan demikian anak akan merasa bangga karena diberi kesempatan melakukan hal yang penting. Di sisi lain anak akan lebih bertanggung jawab karena merasa sekolah yang dimasukinya adalah pilihannya sendiri.
Ketahui visi dan misi sekolah, sekolah yang memiliki kualitas baik tentu saja memiliki visi dan misi yang jelas, terukur dan realistis. Untuk dapat mengetahui visi-misi sekolah yang diinginkan, dapat dilihat di buku profil, brosur, papan nama atau media publikasi yang digunakan oleh sekolah tersebut. Dari visi dan misi yang dipaparkan dapat terlihat bagaimana orientasi tujuan dan profil output yang akan dihasilkan.
Pernyataan visi dan misi ini dapat dilihat  dari beberapa aspek, antara lain aspek keagamaan, akademis, mental, perilaku, kecakapan hidup, kemandirian dan kewirausahaan. Seperti yang sudah terungkap di muka, orang tua saat ini masih memandang aspek akademis menjadi pertimbangan pertama dalam memilih sekolah. Maka, tidak heran jika banyak orang tua yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan sekolah dengan prestasi akademik tinggi. Pihak sekolah pun akan melakukan seleksi ketat terhadap calon siswanya. Hanya siswa yang memiliki IQ tinggi yang dapat diterima di sekolah yang bersangkutan
Porsi pendidikan agama di era saat ini, dimana banyak kasus yang menimpa generasi penerus kita termasuk dalam hal ini para pelajar, mulai dari kasus tawuran, narkotika, pergaulan bebas dan perbuatan menuyimpang lainnya, maka peran pendidikan agama menjadi sangat signifikan terutama dalam membentuk kharakter dan perilaku siswa. Pendidikan moral tertinggi terletak di dalam doktrin-doktrin agama yang diyakini seseorang. Melalui pendidikan agama yang cukup, diharapkan para peserta didik akan muncul kesadaran dan pemahaman yang benar mengenai tugas, peran dan tanggung jawabnya sebagai hamba Tuhan, anak, siswa dan anggota masyarakat. Sebagai implementasinya, anak mampu menghargai orang lain dengan segala perbedaan serta mampu memilah dan memilih kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan tidak. Oleh karena itu, porsi pendidikan agama yang diterapkan oleh suatu sekolah hendaknuya menjadi bahan pertimbangan penting orang tua dan anak dalam memilih sekolah.
Kurikulum pembelajaran, kurikulum bisa dikatakan sebagai jantungnya pendidikan. Dikarenakan di dalamnya berisi tentang perencanaan pembelajaran yang menyangkut semua kegiatan yang dilakukan dan dialami peserta didik dalam perkembangan, baik formal maupun informal guna mencapai tujuan pendidikan. Walaupun penerapan kurikulum ini sudah diatur dan diseragamkan dari pusat, tetapi pihak penyelenggara pendidikan dapat melakukan modifikasi-modifikasi disesuaikan dengan kondisi sekolah, lingkungan, dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, orang tua dan calon siswa harus benar-benar jeli dan teliti dalam memilih sekolah terutama pertimbangan dari sisi kurikulum yang diterapkan sekolah tersebut. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan sekolah juga perlu dicermati, apakah dimungkinkan dapat mengoptimalkan bakat dan potensi peserta didik
Profil pendidik, keberhasilan dari proses dan hasil output pendidikan tidak dapat dilepaskan dari andil guru. Boleh dikatakan guru sebagai ujung tombak pendidikan untuk mencetak dan mengkader generasi penerus yang didambakan. Apalah artinya kurikulum yang ideal jika tidak didukung oleh pelaksananya, yaitu sumber daya manusia yang cakap. Maka tidak heran, jika pemerintah terus-menerus berusaha meningkatkan kompetensi guru melalui berbagai program, mulai dari penataran-penataran, beasiswa pendidikan dan sertifikasi guru.
Gedung dan fasilitas, komponen pendidikan yang tidak kalah pentingnya adalah sarana dan prasarana yang mendukung. Mulai dari bangunan fisik, ruang kelas, taman, perpustakaan, laboratorium, sarana olah raga dan kesenian, arena bermain, kantin, perlengkapan kelas, sampai dengan alat peraga edukasi yang dimiliki. Seiring dengan kemajuan bidang informasi dan teknologi, nampaknya bukan hal yang baru sebuah sekolah memiliki fasilitas akses jaringan internet dan website sendiri, dimana setiap stake holders dapat berinteraksi dan berkomunikasi di dunia maya. Hal ini, akan sangat membantu bagi orang tua untuk memantau perkembangan putra-putrinya secara cepat tanpa harus secara fisik datang kesekolah. Dengan didukung sarana dan prasarana yang baik, diharapkan semua peserta didik dapat belajar secara enjoy, nyaman, dan betah. Sekolah diibaratkan sebagai rumah kedua bagi anak-anak, sehingga sekolah yang baik mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan siswa. Hal yang perlu diperhatikan juga mengenai rasio jumlah siswa dengan luas ruangan kelas serta fasilitas pembelajaran yang lain.
Lokasi sekolah dan lingkungan, lokasi yang dimaksud dapat dipandang dari jarak sekolah ke rumah, lingkungan sekitar dan sarana transportasinya. Bisa dibayangkan seorang anak harus bangun pagi-pagi sekali karena letak sekolahnya jauh. Tentu ia pulang dalam keadaan lelah karena jarak yang ditempuhnya memakan waktu yang lama. Belum lagi jika terjadi kemacetan lalu lintas, bisa dimungkinkan sering terlambat pulang maupun masuk sekolahnya. Lalu kapan ia bisa belajar di rumah dengan nyaman? Bagaimana ia bisa mengembangkan interaksi dengan anggota keluarga lain di rumahnya? Maka, faktor lokasi dan lingkungan ini hendaknya diperhatikan oleh orang tua dan anak itu sendiri dalam menentukan sekolah pilihannya. Perlu dipikirkan juga mengenai sekolah yang berlokasi di pusat perkotaan atau keramaian dan yang berada di pinggiran atau lebih dekat dengan suasana alam, semua memiliki plus-minus-nya.
Biaya pendidikanbagi sebagian kalangan, faktor biaya ini menjadi pertimbangan paling utama dalam memutuskan sekolah yang dipilih, terutama bagi masyarakat yang secara ekonomi kelas menengah ke bawah. Biaya pendidikan yang ditarik pihak sekolah secara umum terdiri iuran SPP, bantuan pembangunan/gedung, seragam, buku, praktikum dan kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah-sekolah yang dianggap favourit, unggul maupun plus biasanya juga akan memasangbiaya pendidikan yang tidak murah. Hal ini berkaitan dengan fasilitas pembelajaran dan program-program unggulan yang ditawarkan. Namun yang perlu diingat bahwa, tingginya biaya pendidikan yang diterapkan pihak sekolah hendaknya diikuti juga dengan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, sebelum menentukan pilihan sekolah, orang tua diharapkan sudah mampu mengukur kemampuan secara ekonomi tentang biaya pendidikan yang harus dikeluarkan termasuk anggaran lain di luar program sekolah, seperti uang saku, transportasi, perlengkapan sekolah dan lain-lain
Ketertiban dan kebersihan sekolah, kondisi sekolah yang nyaman, teduh, tenang, tertib dan lingkungan yang bersih tentu saja akan mendukung suasana proses pembelajaran.Berbeda dengan suasana sekolah yang terkesan kumuh, gersang, gaduh, penempatan perabot sekolah yang semrawut, dan tidak ada kedisiplinan yang diterapkan, maka proses belajar mengajar akan banyak terganggu dan kurang optimal hasilnya. Kata kuncinya, siswa di sekolah harus merasa senang dan betah seperti ketika berada di rumahnya sendiri.
Lihat prestasi dan keberhasilan alumninya, kriteria yang tidak boleh ditinggalkan dalam memilih sekolah yang ideal adalah prestasi dan profil output-nya. Sekolah yang baik, selain unggul di dalam proses, juga unggul pada hasilnya. Seperti telah diurakaikan di muka, yang disebut prestasi tidak hanya secara akademik, tetapi juga non akademik baik siswa, guru maupun institusinya. Bagaimana perkembangan bakat dan potensinya, sikap, perilaku, kemandirian, keterampilan dan keahlian lain yang mendukung. SedangkanKeberhasilan alumni dapat diukur dari lulusan sekolah dapat diterima di sekolah lanjutan yang kualitasnya baik serta memiliki life skill yang cukup untuk mampu eksis di tengah masyarakat.
Dari apa yang dijelaskan di atas semoga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi orang tua dalam mencari sekolah yang ideal untuk anak-anaknya

Very Very Beautiful Tilawat-e-Quran Recitation (Incredible Voice) Makkah

beautiful recitation - Surat al-Fajr سورة الفجر

ASMAULHUSNA LITTLE AISHA

Asma Ul Husna 99 Nama Allah

Asma Ul Husna 99 Nama Allah

Rabu, 20 Juni 2012

MAKNA PENDIDIKAN BAGI ANAK


Mengurai Makna Pendidikan Bagi Anak
Berharap agar bangsa Indonesia pada masa depan menjadi ‘pemimpin’ dalam kompetisi global bukanlah suatu hal yang mustahil. Namun kita perlu menyadari, bahwa kunci terpenting untuk mewujudkan semua itu terletak pada pentingnya pendidikan dalam pembentukan generasi muda yang unggul dan berdaya saing tinggi. Ada dua tema besar mengenai peran pendidikan dalam membentuk sumber daya manusia berkualitas. Pertama, pendidikan sebagai kesadaran kritis. Kedua, pendidikan sebagai pembentuk kepribadian generasi muda.

Pendidikan sebagai kesadaran kritis
Secara ‘eksplisit’ fungsi pendidikan berguna untuk membebaskan masyarakat dari buta huruf, membuat masyarakat mampu berhitung, sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sedangkan secara ‘implisit’, fungsi pendidikan membekali masyarakat untuk menyadari realitas zaman dengan seperangkat sikap, cara pandang, dan nilai-nilai yang berguna di masa mendatang. Dalam buku “Cultural Action for Freedom” (1970) karya Paulo Freire—tokoh pendidikan asal Brasil, pendidikan membuat manusia berada dalam tahap kesadaran transitif-kritis. Tahap kesadaran ini muncul tatkala manusia mulai mempercayai bahwa realitas adalah masalah yang harus di cari solusi penyelesaiannya. Ciri yang paling khas dari kesadaran ini menurut Freire adalah penangkapan situasi persoalan dengan sikap yang menyeluruh, matang, dan lebih kritis (Freire, 1970: 68-70).
Berangkat dari ciri tadi, pendidikan cenderung mendorong manusia untuk berpikir dan bertindak terhadap realitas zaman yang “mengungkung” mereka dalam penderitaan. Mereka sadar bahwa kemiskinan adalah realitas yang menyengsarakan. Melalui serangkaian proses metodologis dan praktis, mereka berusaha sekuat tenaga agar keluar dari jeratan kemiskinan. Sebab dengan pendidikanlah, manusia dapat melakukan mobilitas vertikal keatas, menuju ke sebuah kehidupan tanpa “embel-embel” miskin. Disini rantai kemiskinan dapat dipotong. Orang akan sangat mudah untuk bisa “terserap” dalam dunia kerja jika ia memiliki kapabilitas/kemampuan. Tanpa melupakan faktor-faktor lain, pendidikan terbukti merupakan unsur dominan yang “menempa” manusia agar menjadi pribadi yang mempunyai kapabilitas unggul dengan didukung “atribut” tertentu yang memudahkan mereka bisa terserap dalam dunia kerja. Nasib mereka yang mengeyam pendidikan tentu jauh lebih baik dibanding yang tidak. Perekonomian negara yang mayoritas masyarakatnya mengenyam pendidikan, lazimnya jauh lebih sejahtera dibanding dengan masyarakat pada suatu negara yang tidak mengenyam pendidikan. ‘Pola pikir’ dan ‘cara pandang’ terhadap “dunia” yang membuat masyarakat berpendidikan “berbeda” dan selangkah lebih maju dibanding mereka yang tidak berpendidikan. Jika masyarakat tidak berpendidikan hanya berorientasi pada masa kini yang cenderung konsumtif dan “sesaat”, maka masyarakat berpendidikan jauh berorientasi ke depan dengan menanamkan nilai-nilai “keberlanjutan” pada saat ini.
Pendidikan sebagai pembentuk kepribadian anak
Pendidikan bagi setiap anak adalah penting. Dengan pendidikan, anak dapat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembang merupakan hak dasar anak dari empat hak dasar lainnya dalam Konvensi Hak Anak. Hak atas pendidikan termaktub dalam Konvensi Hak Anak yang isinya: “Negara-negara peserta mengakui hak anak atas pendidikan dengan tujuan mencapai hak ini secara bertahap dan berdasarkan kesempatan sama, khususnya akan membuat pendidikan dasar dan tersedia cuma-cuma untuk semua anak. Penekanan terhadap pentingnya pendidikan bagi anak juga disuarakan kembali dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam special session yang ke-27 pada tanggal 10 Mei 2002, salah satu butirnya berbunyi: “Dunia yang layak bagi anak adalah dunia dimana semua anak mendapatkan awal kehidupan yang sebaik mungkin dan mempunyai akses kepada pendidikan dasar yang bermutu, termasuk kepada pendidikan dasar yang bersifat wajib dan tersedia tanpa bayaran, bagi semua, dunia di mana semua anak-anak, termasuk para remaja memiliki peluang cukup besar untuk mengembangkan kapasitas individual mereka dalam lingkungan yang aman dan suportif.
Lantas apa kaitannya pendidikan sebagai pembentukan kepribadian ‘generasi muda’ yang dapat disimbolkan dengan anak-anak? Keterkaitan erat pendidikan dengan kepribadian anak terletak pada ‘pola pikir’ dan ‘cara pandang’ mereka terhadap “dunia”. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak. Karena dalam dunia pendidikan anak, terjadi proses perkembangan baik secara ‘kognitif’ dan ‘sosioemosional’. Kedua aspek ini yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak. Proses kognitif meliputi perubahan pada pemikiran, intelegensi, dan bahasa individu. Proses sosioemosional meliputi perubahan pada relasi individu dengan orang lain, perubahan pada emosi, dan perubahan pada kepribadian. Anak-anak yang mengikuti kegiatan pendidikan secara otomatis diperkenalkan dengan berbagai macam pengetahuan, baik ilmu sosial maupun eksakta yang pada akhirnya meningkatkan aspek kognitif mereka. Dalam dunia pendidikan juga memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak berinteraksi dengan rekan-rekan sebayanya, baik positif maupun negatif. Proses tersebut membuat anak dewasa secara sosial dalam arti lebih percaya diri, mengekspresikan diri secara verbal, mengetahui dunia sosial, dan bisa menyesuaiakan diri dengan kehidupan sekitar. Bandingkan dengan anak yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Mereka biasanya “tertinggal” secara kognitif. Dalam aspek sosioemosional mereka kurang berkompeten secara sosial dalam arti kurang sopan, kurang kooperatif dengan teman sebayanya, dan ada kecenderungan untuk kurang tunduk terhadap peraturan.
Gambaran seperti apa dimana usia anak merupakan usia yang tepat untuk menerima pendidikan, agar tercipta manusia yang berdaya saing unggul. Pandangan John Locke barangkali patut kita simak. Ia mengatakan bahwa anak ibarat “kertas kosong”, suatu tabula rasa. Kita isi kertas itu dengan ragam warna dan konfigurasi apapun, niscaya anak akan sesuai dengan “bentukan” yang kita inginkan. Dengan kata lain, fase anak-anak merupakan fase determinan dalam keseluruhan kehidupan mereka selanjutnya. Sigmund Freud, seorang Psikoanalitis yakin bahwa pengalaman-pengalaman merupakan kunci perkembangan dalam 5 tahun pertama (Santrock, 2002: 28). Meskipun banyak perdebatan yang mengiringi teori Freud, pernyataan diatas mencoba ingin mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman pade fase 5 tahun pertama sangat penting, karena sangat mempengaruhi kehidupan berikutnya. Kasus menarik penulis jumpai dalam dinamika suatu yayasan ISCO (Indonesian Street Children Organization) yang memberikan program pendidikan bagi anak-anak miskin perkotaan di wilayah Jakarta Utara. Anak-anak yang sudah terlanjur turun ke “jalan” menjadi anak jalanan ketika usia pra sekolah, terbukti mengalami kendala dalam proses belajar di sanggar ISCO. Faktor pengalaman dan sosialisasi yang mereka terima dari orang tua maupun teman pergaulan (lingkungan) dalam usia pra sekolah membuat anak tadi tidak betah untuk menerima pelajaran, dan terlanjur untuk turun ke jalan dibanding duduk rapi mengikuti pelajaran sekolah. Ketika kebiasaan memegang uang sudah menjadi “gaya hidup”, mereka akan sekuat tenaga untuk turun jalan. Sebaliknya, jika “gaya hidup” tidak terpenuhi, mereka pun lebih memilih berada di jalan ketimbang di sekolah.
Sementara ada anak yang khawatir, sekolah dapat mengurangi konsumsi dan keinginan jajan mereka yang tergolong tinggi. Praktis waktu yang dialokasikan untuk turun ke jalan menjadi berkurang karena disibukkan dengan sekolah. Situasi demikian membuat pihak yayasan mengeluarkan mereka dari sanggar dan mencabut subsidi pendidikan mereka. Mindset anak-anak yang sudah terbentuk diusia 5 tahun pertama berupa “keasikan” turun jalan, sangat sulit dirubah pada fase-fase berikutnya. Hal tersebut pada akhirnya berpengaruh terhadap kepribadian si anak yang betah di jalan ketimbang duduk manis bermain dan belajar di sekolah, sekalipun sekolah tersebut digratiskan/disubsidi secara penuh. Peran orang tua untuk mengontrol anak agar mereka tidak turun ke jalan menjadi penting. Tapi tidak menutup kemungkinan, sifat laten itu dapat muncul kembali.
Oleh sebab itu, strategi dan pendekatan perlu digalakkan. Caranya dengan “membidik” anak ketika mereka masih dalam usia pra sekolah. Usia kisaran tersebut bagai “tabula rasa” yang siap diisi dengan berbagai macam warna sembari disosialisasikan/diberikan pengalaman-pengalaman positif bahwa belajar merupakan rutinitas yang mengasikan. Singkatnya, pengalaman pertama anak ini ibarat “masa emas” yang tidak boleh dilewatkan begitu saja, karena menyangkut kehidupan mereka berikutnya. Tentunya kita punya kepedulian lebih terhadap masa depan anak-anak. Seraya memposisikan kita sebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak kita ke depan, demi kemajuan Indonesia.

Perayaan Kenaikan Kelas dan Pelepasan Kelas VI TP 2012-2013

Tim Qasidah in action


Bapak Jaenal Mutaqin, S.Pd.I Kepala Madrasah sedang memberikan sambutan

Kreasi siswi kelas I

Kreasi islam siwa/i MI Hidayatul Ikhwan









Tim Pramuka dengan aksi gaya nya


PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU TAHUN PELAJARAN 2012/2013


Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Ikhwan menerima Pendaftaran Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2012/2013





I. PENDAHULUAN
Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Ikhwan yang terletak di Kp. Sinangpalai Desa Situgadung Kecamatan Pagedangan  adalah merupakan salah satu lembaga pendidikan islam pertam sejak tahun 1954 yang didirikan dan dibangun oleh Alm. H. Lamri.
Sejak awal berdirinya, MI. Hidayatul Ikhwan adalah merupakan swadaya masyarakat yang bersama-sama merasakan kebutuhan yang sangat penting pendidikan agama.
Dalam pwrjalananya MI Hidayatul Ikhwan telah banyak melahirkan potensi-potensi yang berprestasi yang tentunya dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
Hingga saat ini MI Hidayatul Ihwan masih tetap eksis, seiring dengan perkembangannya seiring dengan kemajuan zaman, sehingga pendidikan agama di kolaborasikan dengan pendidikan iptek dan imtek dengan sarana yang memadai dan dibimbing oleh tenaga-tenaga muda yang kompten di bidangnya

STRATEGI :
Þ Melaksanakan sepenuhnya kurikulum Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan Nasional
Þ Berbusana Muslim
Þ Tadarus Al-Qur’an
Þ Membudayakan ucapan salam
Þ Mengembangka minat dan bakat
EKSTRAKURIKULER :
Þ Pramuka
Þ Kaligrafi
Þ Sepak Bola
=> Qasidah

SYARAT PENDAFTARAN
Setiap siswa baru akan diberikan alat tulis secara gratis, dengan persyaratan :
* Mengisi Formulir Pendaftaran
* Foto Copy Akte Kelahiran ( jika ada )
* Pas Photo Ukuran 2 x 3  4 lembar ( jika ada )
B I A Y A :
à Bebas biaya pendaftaran
à Bebas iuran bulanan / SPP
à Bebas biaya semester
Gratis alat tulis
Gratis seragam olah raga



Silahkan unduh formulis pendaftaran dibawah ini